BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelahiran seorang anak
sangat dinanti oleh banyak pasangan yang menikah. Kehadiran anak seakan menjadi
pelita yang terang benderang bagi orang tua dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga. Saat anak lahir kedunia dia adalah fitrah, masih suci, masih putih cemerlang
dan belum ternoda apapun juga seperti kertas putih. Maka kewajiban orang tua
untuk mewarnai kertas putih tersebut, anak akan menjadi apa dikemudian hari itu
tergantung dari bagaimana orang tua memberikan pendidikan yang terbaik bagi
anaknya.
Namun, dengan sedikit
kesabaran dan pendidikan yang terlatih, orang tua dan balita dapat mengatasi
rintangan dan berhasil dalam melakukan toilet training. Bagi beberapa orang
tua, memberikan pelatihan toilet training pada sikecil sudah merupakan tugas
yang memang seharusnya diajarkan bagi buah hari mereka. Namun, dengan adanya
beberapa kendala dalam menghadapi sikecil saat mengajarkan toilet traini ini
hanya anda yang dapat menentukan cara yang tepat dan melakukan pendekatan
dengan sikecil (Lilis, 2013).
Jika ingin memulai
toilet training yang terpenting adalah anda bisa memahami dengan baik sikap
anak dan melatihnya dengan kesabaran yang cukup (Lilis, 2013).
Toilet training pada
anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan
buang air kecil dan buang air besar, toilet training ini dapat berlangsung pada
fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun. Dalam melakukan latihan
buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan
anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara mendiri
(Hiayat, 2009 : 64).
Periode penting dalam
tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan fisik
dan biologis. Kebutuhan ini juga berlaku pada anak, anak butuh makan, minum,
menghirup udara segar, kehangatan, eliminasi baik itu buang air besar maupun
buang air kecil. Kesemuanya ini akan berjalan dengan lancar jika bantuan aktif
dari orang tua (Ryadi, 2009 : 44).
Pada masa toddler,
anak mulai mengembangkan kemandiriannya dengan lebih memahirkan keterampilan
yang telah dipelajarinya ketika bayi. Keseimbangan tubuh sudah mulai berkembang
terutama dalam berjalan yang sangat diperlukan untuk menguatkan rasa otonomi
untuk mengendalukan kemauannya sendiri. Tumbuh kembang yang paling nyata pada
tahap ini adalah kemampuan untuk mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa
tergantung pada orang lain.
Ada banyak hal yang
masih belum diketahui oleh para orang tua, yaitu tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anaknya. Rasa cemas selalu menghinggapi hati orang tua terutama
ibu. Karena ibulah orang yang paling dekat dengan anak (Riyadi, 2009 : 1).
Pengaturan buang air
besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet
training (TT) membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk
diingat adalah bahwa anda tidak dapat memaksanakan anak untuk menggunakan
toilet. The american academy of Pediatrics telah mengembangkan brosur ini untuk
membantu anda melewati tahap terpenting perkembangan sosial (Rini, 2009).
Beberapa tanda yang
penting bagi anda adalah pola buang air yang lebih jarang sehingga anak bisa
memakai popok kering lebih lama (sekitar beberapa jam), kemampuan anak untuk
mengerti perintah dan penjelasan sederhana, keinginan untuk menirukan kebiasaan
rutin orang dewasa di kaman mandi, saat anak mulai suka terhadap kerapihan dan
tidak suka saat merasa dirinya basa atau kotor (Lansky, 2007 :120).
Tampak saling
keterkaitan antara perkembangan dan pertumbuhan fisik dengan psikososial.
Toddler juga belajar mengendalikan buang air besar dan kecil menjelang usia
tiga tahun. Sangat penting bagi mereka untuk mengembangkan keterampilan motorik
seperti belajar penerapan toilet training dengan benar (Achir Yani, 1999 : 10).
Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan
intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada
masa ini (Soetjiningsih, 1995 : 29).
Toilet training
merupakan hal yang sangat penting pada masa balita. Pada beberapa anak mungkin
melakukan toilet training tanpa menemukan adanya masalah, tetapi beberapa anak
lainnya akan mengalami kesulitan, melakukan atau bahkan tidak perlu.
Toilet training memang
perlu diajarkan sejak dini pada anak. Tetapi kebanyakan ibu tidak menunggu
sampai sang anak menunjukkan ia ingin pergi ke toilet sendiri karena takut
anaknya tidak pernah belajar. Melatih toilet training juga dapat membantu
meringkankan beban ibu di saat-saat harus menggantikan pampersnya yang sudah
kotor. Walaupu bagaimanapun sedari dini anak harus diajarkan toilet training
agar melatihnya lebih mandiri.
Saat ini banyak sekali
para orang tua yang tidak ingin repot untuk menggantikan popok anaknya
berulang-ulang serta mencucinya, sehingga lebih memilih untuk menggunakan
papers atau diapers. Namun perlu anda ketahui juga bahwa penggunaan pampers
bisa membuat ruam-ruam pada kulit si kecil. Bila hal tersebut tidak ingin
terjadi pada anak, Anda bisa memulainya dengan melatih toilet training sejak
dini.
Anda mungkin berharap
anak segera dapat dilatih untuk melakukan toilrt training. Namun, tak ada
patokan waktu yang pasti kapan hal itu sebaiknya dimulai, apakah dimusing semu
atau dimusim panas, walaupun itu dianggap ideal. Patokan utamanya adalah
kesiapan fisik dan mental anak. Umumnya mereka akan siap pada usia 18-30 bulan,
atau bahkan pada usia lebih dari itu.
Dalam mengajarkan
toilet training dibutuhkan metode atau cara yang tepat sehingga mudah
dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi
keberhasilan ibu dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak.
Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak.
Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan data jumlah anak usia toddler (1-3
tahun) sebanyak 35 anak hasil wawancara dengan 8 ibu yang memiliki anak usia toddler, diketahui
bahwa sebanyak 6 orang ibu yang memiliki anak usia toddler menyatakan merasa
kesulitan melakukan toilet training pada anaknya dengan alasan belum mengerti
benar cara tepat melakukan toilet training.
Berdasarkan fenomena
diatas maka peneliti melakukan tentang untuk mengetahui hubungan pola asuh
dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya
Bakung Kecamatan Hamparan perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu apakah ada Untuk
mengetahui Hubungan poal asuh dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet
training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui
Hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada
balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2016.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui pola asuh ibu dalam penggunaan
toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
b.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan
toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
1.4 Manfaat Peneltian
a.
Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi
bahan informasi bagi tenaga kesehatan mengenai toilet training.
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
menambah wawasan ibu pengetahuan dan sumber bacaan di Perpustakaan Akademi
Kebidanan Sehat Medan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti
berikutnya.
c.
Bagi Responden
Untuk meningkatkan pengetahuan
responden tentang toilet training.
d.
Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dan dpaat
memeberikan informasi tentang toilet training.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Asuh
2.1.1 Defenisi
Pola pengasuhan adlaah
asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa sikap, dan perilaku dalam
hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan,
memberi kasih sayang, dan sebagainya. Kesemua berhubungan dengan keadaan ibu dalam
hal kesehatan fisik, dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan
tentang pengasuh anak yang baik, peran keluarga, dan masyarakat, dan lain
sebagainya (Septiari, 2012).
Pola asuh meripakan
segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak
mereka meliputi semua peringatan dan aturan pengajaran dan perencanaan, contoh
dan kasih sayang serta pujian dan hukuman (Kenny dan Kenny, 1991 dalam Taganing
2008).
Pola asuh menurut
Mussen (1994 dalam Lestari 2009) adalah cara yang digunakan orang tua dalam
mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan.
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas
dan berakhlakul karimah. Akan tetapi masih banyak orang tua yang tidak
menyadari bahwa pola asuh yang diterapkan membuat anak merasa tidak
diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh
orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap,
perasaan, cara berfikir, bahkan kecerdasan mereka. Cara orang tua mendidik
anaknya akan berpengaruh terhadap kepribadian sehingga dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya.
Pola asuh orang tua
adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya
pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada umumnya (Septiari,
2012).
2.1.2 Jenis-jenis Pola Asuh
Berikut tiga pola asuh
yang biasa diterapkan orang tuda pada anak menurut Septiari (2013) :
a.
Pola asuh authoritarian, yaitu pola asih yang
penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan
kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh authoritarian memegang kendali
penuh dalam mengontrol anak-anaknya.
b.
Pola asuh authoritarian, yaitu pola asuh yang
memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai
batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan saling
menerima, mendengarkan dan didengarkan.
c.
Pola Asuh permissive
Pola asuh permissive, Maccoby dan
Martin (dalam santrock, 2008) membagi pola asih ini menjadi dua : neglectful
pareting dan indulgent parenting. Pola asuh yang neglectful yaitu bila orang
tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak perduli). Pola asuh ini
menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kompetensi social terutama karena
adanya kecenderungan kontrol diri yang kurang. Pola asuh yang indulgent yaitu
bila orang tua sangat terlibat dalam kehidpan anak, namun hanya memberikan
kontrol dan tuntutan yang sangat minim (selalu menuruti atau terlalu
membebaskan) sehingga dapat mengakibatkan kompetensi sosial yang tidak adekuat
karena umumnya anak kurang mampu untuk melakukan kontrol diri dan menggunakan
kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab serta memaksakan kehendakanya.
2.1.3 Dimensi Pola Asuh
Kenny dan Kenny (1991
dalam taganing, 2008) mengemukakan ada tujuh dimensi dalam pola asuh, yaitu :
a.
Pusat Perhatian (Negatif Lawan Positif)
b.
Campur Tangan Orang Tua (Hukuman lawan Hadiah)
c.
Akibat Yang Diinginkan (Keadilan lawan Hasil)
d.
Prinsip-prinsip (Mutlak lawan Relatif)
e.
Sasaran-sasaran Disiplin (Sikap lawan Tingkah
Laku)
f.
Tujuan Perkembangan (Ketaatan lawan Kemandirian)
g.
Sumber Kekuatan (Otoriter lawan Demokrasi)
2.1.4 Ciri-Ciri Pola Asuh
Hyrlock (1993 dalam
taganing, 2008) mengemukakan ciri-ciri poal asuh yaitu :
a.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri :
1)
Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang
tua.
2)
Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak
sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian.
3)
Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi
kegagalan memenugi standar yang telah ditetapkan orang tua.
4)
Pengendalian tingkah laku melalui kontrol
eksternal.
b.
Pola asih demokratis mempunyai ciri :
1)
Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internal
2)
Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan
turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
3)
Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan
anak.
c.
Pola asuh permisif mempunyai ciri :
1)
Kontrol orang tua kurang
2)
Bersifat longgar atau bebas
3)
Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya
4)
Hampir tidak menggunakan hukuman
5)
Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan
dapat berbuat sekehendaknya sendiri.
2.1.5 Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh
Menurut Taganing (2008),
karakteristik anak berdasarkan pola asuh adalah sebagai berikut :
a.
Pola asuh demokratis mempunyai karakteristik
anak mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif
terhadap orang lain.
b.
Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak
penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.
c.
Pola asuh permissif mempunyai karakteristik anak
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mendiri, mau menang sendiri,
kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
2.1.6 Kebutuhan Dasar Anak
Menurut Sudarti
(2010), kebutuhan dasar anak adalah :
a.
Asuh (fisik bimedis)
1)
Pangan, papan dan sandang
2)
Perawatan kesehatan dasar (ASI, Imunisasi,
timbang badan, dan pengobatan)
3)
Higiene – sanitasi
4)
Kesegaran jasmani, rekreasi.
b.
Asih (kasih sayang)
1)
Pada tahun-tahun pertama
2)
Sedini, selanggeng mungkin
Ikatan
erat dan kepercayaan dasar
c.
Asah (stimulasi mental)
1)
Cikal bakal prosen pendidikan
2)
Mengembangkan : mental, kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, moral, produktivitas, dan
lain-lain
2.2 Toilet Training Pada Balita
2.2.1 Defenisi
Toilet training atau
belajar menggunakan toilet bukan merupakan peljaran terakhir bagi seorang anak
balita. Seperti semua perkembangan keterampilan lainnya, anak kelak akan mampu
menggunakan toilet. Seperti semua jenis perkembangan lainnya, cari jawaban dari
anak sendiri. Hanya anak yang dapat mengatakan (bukan melalui kata-kata, tetapi
melalui tingkah laku) ketika ia menunjukkan sebuag gabungan antara kemampuan
dan keinginan yang merupakan cerminan dari kesipan untuk belajar menggunakan
toilet (Deslidel, 2012).
Toilet Training
merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil (BAK)
dan buang air besar (BAB). Dengan toilet training diharapkan dapat melatih anak
untuk mampu buang air kecil dan buang air besar di tempat yang telah di
tentukan. Selain itu, toilet training juga mengajarkan anak untuk dapat
membersihkan kotorannya sendiri dan memakai kembali celananya (Asti, 2008).
Mendengar kata Balita
maka yang ada dalam benak kita adalah singkatan bawah lima tahun. Demi kesamaan
persepsi kita maka membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia lima tahun
kebawah (Marimbi, 2010).
Pengertian toilet
training pada balita adalah latihan menanamkan kebiasaan pada balita untuk
aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet). Seperti
belajar duduk, merangkak ataupun berjalan, toilet training adalah salah satu
keterampilan yang harus dipelajari balita kita sebelum orang tuda mengajarkan
toilet training pada balita, pelajari dulu apakah balita kita memang sudah
memperlihatkan tanda-tanda kesiapan jasmani, emosional dan kognitif untuk
dibiasakan melakukan toilet training (Damayanti, 2013).
2.2.2 Tanda-Tanda Balita Siap Memulai Toilet
Training
Menurut Deslidel
(2012), tanda-tanda “siap untuk memulai toilet training” yang harus dilihat
pada balita, antara lain :
a.
Kesiapan fisiologis
b.
Keteraturan
c.
Lebih sadar akan fungsi tubuh
d.
Minat terhadap kerapihan, kebersihan, dan tetap
“kering”
e.
Pemahaman akan konsep-konsep dasarnya. Perbedaan
antara basah dan kering, bersih dan kotor, atas dan bawah.
f.
Pengenalan kata-kata dalam masalah toilet
g.
Kemampuan untuk mengkomunikasikan.
h.
Minat untuk menggunakan celana dalan, bukan
popok
i.
Kemampuan sederhana untuk berpakaian sendiri
j.
Rasa ingin tahu
2.2.3 Pedoman Orang Tua
Pengaturan buang air
besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet
training (Toilet Training) membutuhkan waktu, pengertuan dan kesabaran. Hal
terpenting untuk diingat adlaah bahwa anda tidak dapat memaksanakan anak untuk
menggunakan toilet The American Academy
of Pediatrics telah mengembangan brosur ini untuk membantu anak anda
melewati tahap penting perkembangan social (Maharani, 2011).
2.2.4 Prinsip Toilet Training
Menurut Deslidel
(2012), beberapa prinsip toilet training adalah sebagai berikut :
1.
Jangan berhadap terlalu banyak.
2.
Jangan memarahi, menghukum, atau mempermalukan
anak.
3.
Jangan menghentikan minumnya.
4.
Jangan menggunakan cara yang tidak alami untuk
mencapai tujuan
5.
Jangan mengomel terus
6.
Jangan memaksa
7.
Jangan jadikan masalah toilet sebagai isu moral.
Tidak soal baik atau buruh dalam hal toilet, hanya siap dan tidap siap.
8.
Jangan mendiskusikan kemajuan dan kemunduran
dihadapan anak
9.
Jangan merasa bersalah atau tersinggung atas
proses yang lambat
10. Jangan
menjadikan kamar mandi sebagai area peperangan
11. Jangan
berputus asa
2.2.5 Membiasakan Toilet Training
Beberapa hal berikut
amat perlu diperhatikan dalam membiasakan toilet training bagi balita :
1)
Konsisten
Pastikan semua yang terlibat daam
pembiasaan toilet training pada balita anda (seperti orang
tua-pengasuh-nenek/kakek-paman/bibi, dll) mampu berlaku konsisten dalam
melaksanakan pembisaaan toilet training seperti yang anda terapkan. Beri
informasi lengkap dan detail mengenai kebiasaan dan jadwal buang air balita
anda. Sikap konisten membuat balita lebih cepat paham dan terampil dalam
menggunakan toilet.
2)
Coba Berbagai Cara Yang Berbeda
Sebagai orang tua, anda harus kreatif
dalam mengajak balita membiasakan toilet training agar tidak terasa amat
memaksa dan membosankan, misalnya : tempelkan stiker kesukaan si kedil di
kloset yang akan ia gunakan atau memperbolehkan balita membawa mainan favorit
mereka ketika pipis atau pup ataupun berbagai cara kreatif lainnya.
3)
Beri Penghargaan
Bila balita anda berhasil melakukan
pipis dan pup dengan benar, berilah penghargaan pada mereka. Penghargaan dapat
berupa pujian ataupun hadiah kecil, seperti stiker untuk ditempel dipapan yang
sudah disediakan untuk menempel ‘reward’ yang mereka peroleh ehingga si kecil
senang melihat hasil prestasinya. Sedapat mungkin proses pembiasaan toilet
training yang merupakan hal penting dalam hidup si kecil dilakukan dengan
menyenangkan dan tanpa paksaan.
Kalaupun dalam prakteknya sering
terjadi ‘kecelakaan’, sedapat mungkin hindari unruk memberikan hukuman pada si
kecil, cukup katakan saja bahwa anda kecewa dengan ‘kecelakaan’ tersebut.
Kemarahan anda tidak akan membantu proses pembiasaan toilet training si kecil,
malahan dapat membuat balita anda menjadi ketakutan dan kapok sehingga
kemungknan si kecil justru tidak mau mengatakan jika ia ingin pipis ataupun
pup.
2.2.6 Pola Asub Orang Tua Mengunakan Toilet
Training pada Anak
Menurut Maharani
(2011), mengajrakan anak menggunakan toilet training adalah dengan cara :
1)
Anda seharusnya memutuskan dengan hati-hati
kata-kata apa yang akan digunakan untuk menggambarkan bagian-bagian tubuh,
urine, dan BAB. Ingatlah bahwa kata-kata tersebut akan didengar juga oleh
teman, tetangga, guru dan orang-orang lain. Sebaiknya gunakan kata-kata yang
sudah umum digunakan supaya tidak membingungkan atau mempermalukan anak anda.
Hindari penggunaan kata-kata “kotor”,
“nakal” atau jorok untuk menggambarkan urine atau fases. Istilah negatif ini
akan membuat anak anda merasa malu dan bingung. Ajarkan BAB dan BAK dengan cara
sederhana. Anak anda mungkin ingin tahun dan mencoba untuk bermain dengan
fasesnya. Anda dapat mencegah hal ini tanpa membuat anak anda sedih, katakan
bahwa fases bukan sesuatu untuk dimainkan.
2)
Ketika anak anda sudah siap, anda sebaiknya
memilih pot (potoilet traingy chair) untuk BAK atau BAB. Pot lebih mudah digunakan
untuk anak kecil, karena pendek sehingga anak tidak sulit untuk duduk diatasnya
dan kaki anak dapat mencapai lantai.
3)
Anak-anak sering tertarik dengan aktifitas dalam
kamar mandi keluarga. Kadang-kadang biarkan mereka memperhatikan orang tuanya
saat pergi ke kamar mandi. Dengan melihat orang dewasa menggunakan toilet akan
membuat merteka mempunyai keinginan yang sama. Jika memungkinkan ibu sebaiknya
memperlihatkan cara yang benar kepada anak perempuannya, sedangkan ayah kepada
anak laki-lakinya. Anak-anak dapat juga mempelajari cara ini dar kakak atau
teman-temannya.
4)
Ajarkan anak anda untuk memberitahukan bila dia
ingin BAB atau BAK, anak anda sering memberitahu anda pada saat dia sudah
mengompol atau BAB. Hal ini merupakan tanda bahwa anak anda mulai mengenal
fungsi tubuhnya. Ajarkan anak anda lain kali harus memberi tahu anda
sebelumnya.
5)
Sebelum BAB anak anda mungkin merintih, atau
mengeluarkan suara-suara aneh, jongkok, atau berhenti beberapa saat. Saat
mengedan wajahnya akan menjadi merah. Jelaskan pada anak tanda-tanda terebut
adalah petunjuk saatnya menggunakan toilet.
Kadang-kadang lebih lama mengenal
keinginan untuk BAK dari pada keinginan untuk BAB. Beberapa anak belum dapat
mengontrol keinginan Bak selama beberapa bulan setelah mereka dapat mengontrol
BAB. Beberapa anak mampu mengontrol BAK terlebih dahulu. Sebagian beasr anak
laki-laki belajar BAK dengan cara duduk terlebih dahulu, kemudian baru dengan
cara berdiri. Ingatlah bahwa semua anak berbeda.
6)
Ketika anak anda tampak ingin BAK atau BAB,
pergilah ke pot. Biarkan anak anda duduk di pot beberapa menit. Jelaskan bahwa
anda ingin anda BAB atau BAK disitu. Bergembiralah, jangan memperlihatkan
ketegangan. Jika anak anda protes dengan keras, jangan memaksa. Mungkin anak
anda belum saatnya untuk memulai Toilet Training.
7)
Sebaiknya anak dilatih menggunakan pot secara
rutin, misalnya menjadi kegiatan pertama di pagi hari ketika anak anda bangun,
setelah makan, atau sebelum tidur siang. Ingatlah bahwa anda tidak dapat
mengontrol kapan anak anda BAB atau BAK.
8)
Keberhasilan Toilet Training tergantung pada
cara pengajaran bertahap yang sesuai dengan anak anda. Anada haris mendukung
usaha anak anda. Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak
anda pelukan dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan
memarahi atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa bersalah
dan membuat Toilet Training menjadi lebih lama.
9)
Ajarakan anak anda kebiasaan menjaga kebersihan.
Tunjukkan cara cebok yang benar. Anak perempuan seharusnya membersihkan dari
depan kebelakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rektum ke vagina atau
kendung kemih.
Pastikan anak laki-laki maupun perempuan
mencuci tangan mereka setelah BAB atau BAK.
10) Bebrapa
anak percaya bahwa urine atau fases adalah bagian dari tubuh mereka, melihat
fasesnya disiram mungkin menakutkan dan sulit untuk dimengerti. Beberapa naak
takut mereka akan tersedot ke dalam toilet bila disiram saat mereka masih duduk
diatasnya. Orang tua harus mengajarkan mereka keinginan untuk mengontrol,
biarkan mereka mencoba menyiram tissue kedalam toilet. Hal tersebut akan
menghilangkan ketakutan mereka terhadap suara berisik air dan mereka dapat
melihat benda yang menghilang, masuk kedalam toilet.
11) Ketika
anak anda mulai sering berhasil, tingkatkan dengan menggunakan celana latihan
(training pants). Kejadian terebut menjadi sangat istimewa. Anak anda akan
merasa bangga telah mendapat kepercayaan dan merasa tumbuh. Bagaimana pun juga
bersiaplah terhadap terjadinya “kecelakaan”. Akan membutuhkan waktu
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan sebelum Toilet training selesai.
Sebaiknya tetap melanjutkan latihan duduk di pot di siang hari. Jika anak anda
dapat menggunakan pot dengan sukses, ini merupakan kesempatan untuk memuji.
Bila tidak ini masih merupakan latihan yang baik.
12) Pada
walnya, banyak anak akan BAB atau BAK segera setelah diangkat dari toilet.
Perlu waktu untuk anak anda belajar relaksasi otot-ototnya untuk mengontrol BAB
atau BAK. Bila sering terjadi “kecelakaan” seperti ini, berarti anak anda belum
siap untuk toilet training.
13) Kadang-kadang
anak anda akan meminta pokpok saat merasa akan BAB dan berdiri di suatu tempat
tertentu untuk defekasi. Ajak anak anda mengenali tanda-tanda keinginan BAB.
Anjurkan kemampuannya dengan duduk di atas pot tanpa popok.
14) Pola
defekasi bervariasi. Beberapa anak 2-3 kali per hari. Anak lain 2-3 hari
sekali. Fases yang lunak membuat toilet training lebih mudah untuk anak dan
orang tua. Terlalu memaksa anak dalam toilet training dapat menimbulkan masalah
BAB jangka panjang.
15) Sebagian
besar anak dapat mengontrol BAB dan BAK di siang hari saat usia 3-4 tahun.
Bahkan setelah anak anda tidak mengompol di siang hari masih perlu waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk tidak mengompol di malam hari.
Sebagian besar anak perempuan dan lebih dari 75% anak laki-laki mampu tidak
mengompol di malam hari setelah usia 5 tahun.
Anak anda akan menunjukkan kepada
anda jika dia sudah siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya. Pastikan anak
anda cukup tinggi, dan latihlah tahap demi tahap bersama mereka.
2.3 Kerangka Konsep
Independent
|
|
Dependent
|
Pola Asuh
|
![]() |
Tingkat keberhasilan Toilet Training Pada Balita
|
Gambar
2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola
Asuh Dengan Tingkat Keberhasilan Menggunakan Toilet Training Pada Balita.
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu
jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis dirumuskan
dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat
(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah :
1.
Ha : Ada hubungan pola Asuh dengan tingkat
keberhasilan menggunakan Toilet Training.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini
bersifat deskriftif menggunakan rancangan penelitian survei analitik. Rancnagan
penelitian survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2016. Dengan alasan :
-
Karena daerah ini belum pernah dilakukan
penelitian tentang hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan
toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
-
Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, merupakan tempat lokasi PBL kampus penulis.
-
Adanya ijin penelitian darikantor Desa Paya
Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian rencanannya
akan dilaksanakan pada bulan ?????????????????
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah
keseluruhan subjek peneliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Desa Paya Bakung Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016 sebanyak 38 responden.
3.3.2 Sampel
Menurut Arikunto
(2006), Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan total sampling shingga jumlah sampel sebanyak 38 responden.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang
digunakan adlaah data primer, data yang diperoleh dari responden hasil
pengisian kuesioner yang meliputi pola asuh 15 pertanyaan dan tingkat
keberhasilan menggunakan toilet training pada balita 8 pernyataan. Data
skunder, data yang diperoleh dari kantor Desa Paya bakung Kecamatan Hamparan
Perak Kabupaten Deli Serdang.
3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No
|
Variabel
|
Defenisi
Operasional
|
Alat Ukur
|
Skala Ukur
|
Hasil Ukur
|
1
|
Pola
Asuh
|
Cara
atau strategi yang dilakukan orang tua untuk mendorong anak menggunakan
toilet training.
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
-
Baik (12-15)
-
Cukup (9-11)
-
Kurang (≤ 8)
|
2
|
Tingkat
Keberhasilan toilet training
|
Tingkat
Keberhasilan menggunakan toilet training pada balita
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
-
Berhasil (5-8)
-
Tidak berhasil
(0-4)
|
3.6 Pengolahan Data
3.6.1
Editing
Melakukan pekerjaan meneliti atau
menyuting data yang diperoleh sehingga apabila ada kesalahan segera dapat
dibenahi, meliputi kelengkapan jawaban dari pertanyaan yang disediakan,
kesesuaian dengan pertanyaan yang disediakan.
3.6.2
Coding
Memberikan kode berupa angka pada
setiap jawaban yang telah diberikan responden, agar memudahkan dalam
menganalisa data. Pada kategori pola Asuh : baik (kode = 1), cukup (kode = 2),
kurang (kode = 3). Pada Kategori Tingkat
keberhasilan toilet training pada balita : berhasil (kode = 1), tidak
berhasil (kode = 2).
3.6.3
Pengelompokan Data
1)
Pola Asuh
Menggunakan kuesionaer dengan 15
pertanyaan. Jawaban dilakukan diberi nilai = 1 dan jawaban tidak diberi nilai =
0.
Kriteria Pola Asuh dengan persen (%)
dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1.
Baik, jika skor 76%-100% dari jawaban benar
(12-15)
2.
Cukup, jika skor 56%-75% dari jawaban benar
(9-11)
3.
Kurang, jika skor ≤ 35% dari jawaban benar (≤ 8)
2)
Tingkat Keberhasilan Toilet Training pada balita
Menggunakan kuesioner dengan 8
pertanyaan. Jawaban YA diberi nilai =1 dan jawaban TIDAK diberi nilai = 0.
Kriteria tingkat keberhasilan
dikelompokan menjadi 2 yaitu :
1.
Berhasil, bila responden memiliki skor 5-8
2.
Tidak berhasil, bila responden memiliki skor
0-4.
3.6.4
Saving
Yakni dilakukan dengan memasukkan
atau memindahkan data-data kedalam flashdisk dimana data terebut sebelumnya
sudah dicoding kedalam master table.
3.6.5
Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan
pengolahan data serta pengambilan keputusan dan dimasukan kedalam bentuk
distribusi frekuensi, kemudian memberikan skor terhadap soal-soal yang
diberikan kepada responden.
3.7 Analisa Data
Data yang diperoleh
dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program computer SPSS (Satistical
Package For Social Science) versi 16 meliputi :
a.
Analisis univariat
Adalah analisa yang dilakukan
terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Dengan rumus :
P =
x 100%

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
n = Jumlah sampel
b.
Analisi bivariat
Adalah analisis yang dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,
2010 : 188). Pada penelitian ini, hubungan antar variabel dianalisis dengan
menggunakan uji Korelasi Che-Square.
Uji chi square dengan derajat kemaknaan
95% atau α = 0,05
dimana jika X2hitung
> X2Tabel berarti Ha diterima yang menujukkan terdapat
hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan toilet training pada balita.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Setelah dilakukan
penelitian dengan cara membagikan kuesioner mengenal hubungan pola asuh dengan
tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada Balita di Desa Paya
Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016 dengan sampel
sebanyak 38 responden, maka didapat hasil penelitian sebagai berikut :
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1
Polas
Asuh
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilaksankaan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, maka diperoleh hasil distribusi frekuensi pengetahuan
ibu postpartum dalam merawat organ kewanitaan pasca persalinan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Responden di
Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016
No
|
Pola Asuh
|
Jumlah
|
%
|
1
2
3
|
Baik
Cukup
Kurang
|
13
18
7
|
34,2
47,4
18,4
|
Total
|
38
|
100
|
Pada tabel 4.1 dapat
dilihat bahwa pola asuh responden di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, mayoritas pola asuh responden cukup sebanyak 18
responden (45%) dan minoritas sebanyak 7 responden (17,5%).
4.1.1.2
Tingkat
Keberhasilan Toilet Training
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, maka diperoleh hasil distribusi frekuensi tingkat
keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Keberhasilan
Dalam Menggunakan Toilet Training Pada Balita di Desa Paya Bakung Kecamatan
Hamparan
Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
No
|
Tingkat Keberhasilan
|
Jumlah
|
%
|
1
2
|
Berasil
Tidak
Berhasil
|
27
11
|
71,1
28,9
|
Total
|
38
|
100
|
Pada tabel 4.2 dapat dilihat
bahwa tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita di Desa
Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas berhasil
sebanyak 27 responden (71,1%), minoritas yang tidak berhasl sebanyak 11
responden (28,9%).
4.1.2 Analisis Bivariat
4.1.2.1 Hubungan Pola Asuh Dengan Tingkat
Keberhasilan Menggunakan Toilet Training Pada Balita
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang tahun 2016, maka diperoleh hasil analisis distribusi
hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada
balita yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini sebagai berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Hubungan Pola Asuh Dengan
Tingkat Keberhasilan Menggunakan Toilet
Training Pada Balita Di Desa Paya
Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Serdang tahun 2016
Tingkat Keberhasilan
Toilet Training
|
||||||||
No
|
Pola Asuh
|
Berhasil
|
Tidak Berhasil
|
Total
|
%
|
P Value
|
||
|
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|
|
|
1
2
3
|
Baik
Cukup
Kurang
|
13
12
2
|
34,2
31,6
5,3
|
0
6
5
|
0
15,8
13,2
|
13
18
7
|
34,2
47,4
18,4
|
0,003
|
Total
|
27
|
71,1
|
11
|
28,9
|
38
|
100
|
|
Pada tabel 4.3 dapat
dilihat bahwa dari 13 reeponden yang pola asuh baik, seluruhnya berhasil dalam
menggunakan toilet training pada balita yaitu sebanyak 13 orang (34,2%). Dari
18 responden yang pola asuh cukup, mayoritas tingkat keberhasilan dalam
menggunakan toilet training pada balita berhasil sebanyak 12 orang (31,6%) dan
yang tidak berhasil sebanyak 6 orang (15,8%). Dari 7 reseponden yang pula asuh
kurang, mayoritas tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada
balita yang berhasil sebanyak 2 orang (13,2%) dan yang tidak berhasil sebanyak
5 orang (5,3%).
Berdasarkan hasil
analisis diperoleh nilai P sebesar 0,003, oleh karena nilai p < 0,005
(0,002<0,05). Maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pola asuh dengan tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training
pada balita.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pola Asuh Responden
Dari hasil penilaian
menunjukkan bahwa pola asuh responden di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan
Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas pola asuh responden cukup sebanyak 18
reseponden (45%) dan minoritas kurang sebanyak 7 responden (17,5%). Menurut
Taganing (2008), yang mengatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang
dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak mereka meliputi semua
peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang
serta pujian dan hukuman.
4.2.2 Tingkat Keberhasilan Dalam Menggunakan
Toilet Training Pada Balita
Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada
balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang,
mayoritas berhasil sebanyak 27 reseponden (71,1%) yang tidak berhasil sebanyak
11 responden (28,9%). Hal ini sesuai dengan teori Maharani (2011) yang
menyatakan dalam mengajarkan toilet training membutuhkan waktu, pengertian dan
kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda tidak dapat
memaksakan anak untuk menggunakan toilet.
Menurut asumsi
peneliti, hal ini terjadi karena tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training
pada balita ditentukan juga oleh pola asuh orang tua atau ibu yang selalu
dengan anak balitanya, orang tua atau ibu yang penuh kasih sayang dengan
pengertian dan kesabaran mengajari anak balitanya akan selalu berhasil
membimbing anak balitanya dalam menggunakan toilet training. Pada penelitian
ini juga masih ditemukan sebanyak 11 responden tidak berhasil mendidik anak
balitanya dalam menggunakan toilet training, hal ini disebabkan karena ibu yang
kurang sabar dalam mengajari anaknya dalam menggunakan toilet training dan juga
karena ketidakmampuan ibu dalam memberikan pola asuh yang baik pada anak
balita.
4.2.3 Distribusi Hubungan Pola dengan Tingkat
Keberhasilan Dalam Menggunakan Toilet Training.
Dari hasil penelitian
terhadap 38 responden, diketahui bahwa dari 13 reseponden yang pola asuh baik,
seluruhnya berhasil dalam menggunakan toilet training pada balita yaitu
sebanyak 13 orang (34,2%). Dari 18 responden yang pola asuh cukup, mayoritas
tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita berhasil
sebanyak 12 orang (31,6%) dan yang tidak berhasil sebanyak 6 orang (15, 8%).
Dari 7 reseponden yang pola asuh kurang, mayoritas tingkat keberhasilan dalam
menggunakan toilet training pada balita yang berhasil sebanyak 2 orang (13,2%)
dan yang tidak berhasil sebanyak 5 orang (5,3%). Menurut teori Maharani (2011)
Keberhasilan toilet training tergantung pada cara pengajran bertahap yang
sesuai dengan anak balita ibu. Ibu harus mendukung usaha anak balita. Jangan
menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak ibu pelukan dan pujian jika
mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan memarahi atau membuat mereka
sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa besalah dan membuat toilet training
menjadi lebih lama.
Menurut asumsi
peneliti, hal ini terjadi karena tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet
training pada balita ditentuka juga oleh pola asuh ibu, dimana ibu yang pola
asuh baik akan berhasil mengajari anak balitanya dalam menggunakan toilet
training. Ibu yang memberikan pelukan dan pujian jika anaknya berhasil akan
menimbulkan semangat pada balita untuk mampu berbuat yang lebih baik lagi. Jika
anak balita juga tidak berhasil, ibu sebaiknya tidak langsung lekas memarahi
balita agar semangat balita untuk mau terus belajar bisa di tingkatkan sampai
berhasil. Pada pola asuh yang kurang mayoritas balitanya tidak berhasil dalam
menggunakan toilet training, hal ini disebabkan ibu yang kurang sabar dan tidak
bisa menahan emosi jika anak balitanya tidak berhasil dalam menggunakan toilet
training. Sehingga balita enggan untuk mau mencoba lagi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Ksimpulan
Dari hasil penelitian
tentang hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet
training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Serdang tahun 2016, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Berdasarkan distribusi frekuensi responden
ditemukan bahwa, dari 38 responden mayoritas pola asuh cukup sebanyak 18 orang
(47,4%), responden yang pola asuh kurang sebanyak 7 orang (18,4%).
2.
Berdasarkan distribusi frekuensi tingkat
keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita ditemukan bahwa,
dari 38 reseponden mayoritas pola asuh responden yang berhasil sebanyak 27
orang (71,1%), responden yang tidak berhasil sebanyak 11 orang (28,9%).
3.
Berdasarkan distribusi hubungan pola asuh dengan
tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita ditemukan bahwa,
berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai p sebesar 0,003, oleh karena nilai p<0,005
(0,003<0,05). Maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada
balita.
5.2 Saran
A.
Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dan dapat
memberi informasi tentang toilet training.
B.
Bagi Institusi Pendidian
Hasil penelitian ini diharapkan
menambah wawasan ibu pengetahuan dan sumber bacaan diperpustakaan Akademi
Kebidanan Sehat Medan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti
berikutnya.
C.
Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil Penelitian ini dapat menjadi
bahan informasi bagi tenaga kesehatan mengenai toilet training.
D.
Bagi Responden
Untuk meningkatkan pengetahuan
responden tentang toilet training.
1.
Disarankan bagi orang tua atau ibu agar lebih
aktif dalam mengajarkan balitanya dalam menggunakan toilet training, mencari
informasi dan mendengarkan setiap penyuluhan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk meningkatkan pola asih dalam mendidik anak balita menggunakan
toilet training.
2.
Disarankan kepada institusi pendidikan agar
dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi kepustakaan dan sebagai
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Disarankan kepada Desa Paya Bakung Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang agar lebih sering dalam memberikan
penyuluhan kepada masyarakat khususnya tentang penggunaan toilet training, agar
wawasan pola asuh ibu dalam mengajari balitanya dalam menggunakan toilet
training dapat ditingkatkan keberhasilannya.
4.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar
dapat melakukan penelitian tentang pola asuh dengan penggunaan toilet training
pada balita dengan variabel yang lebih luas pada tempat yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar