Sabtu, 10 Desember 2016

Makalah Toilet Training

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kelahiran seorang anak sangat dinanti oleh banyak pasangan yang menikah. Kehadiran anak seakan menjadi pelita yang terang benderang bagi orang tua dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Saat anak lahir kedunia dia adalah fitrah, masih suci, masih putih cemerlang dan belum ternoda apapun juga seperti kertas putih. Maka kewajiban orang tua untuk mewarnai kertas putih tersebut, anak akan menjadi apa dikemudian hari itu tergantung dari bagaimana orang tua memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya.
Namun, dengan sedikit kesabaran dan pendidikan yang terlatih, orang tua dan balita dapat mengatasi rintangan dan berhasil dalam melakukan toilet training. Bagi beberapa orang tua, memberikan pelatihan toilet training pada sikecil sudah merupakan tugas yang memang seharusnya diajarkan bagi buah hari mereka. Namun, dengan adanya beberapa kendala dalam menghadapi sikecil saat mengajarkan toilet traini ini hanya anda yang dapat menentukan cara yang tepat dan melakukan pendekatan dengan sikecil (Lilis, 2013).
Jika ingin memulai toilet training yang terpenting adalah anda bisa memahami dengan baik sikap anak dan melatihnya dengan kesabaran yang cukup (Lilis, 2013).
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar, toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun. Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara mendiri (Hiayat, 2009 : 64).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan fisik dan biologis. Kebutuhan ini juga berlaku pada anak, anak butuh makan, minum, menghirup udara segar, kehangatan, eliminasi baik itu buang air besar maupun buang air kecil. Kesemuanya ini akan berjalan dengan lancar jika bantuan aktif dari orang tua (Ryadi, 2009 : 44).
Pada masa toddler, anak mulai mengembangkan kemandiriannya dengan lebih memahirkan keterampilan yang telah dipelajarinya ketika bayi. Keseimbangan tubuh sudah mulai berkembang terutama dalam berjalan yang sangat diperlukan untuk menguatkan rasa otonomi untuk mengendalukan kemauannya sendiri. Tumbuh kembang yang paling nyata pada tahap ini adalah kemampuan untuk mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada orang lain.
Ada banyak hal yang masih belum diketahui oleh para orang tua, yaitu tingkat pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Rasa cemas selalu menghinggapi hati orang tua terutama ibu. Karena ibulah orang yang paling dekat dengan anak (Riyadi, 2009 : 1).
Pengaturan buang air besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet training (TT) membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda tidak dapat memaksanakan anak untuk menggunakan toilet. The american academy of Pediatrics telah mengembangkan brosur ini untuk membantu anda melewati tahap terpenting perkembangan sosial (Rini, 2009).
Beberapa tanda yang penting bagi anda adalah pola buang air yang lebih jarang sehingga anak bisa memakai popok kering lebih lama (sekitar beberapa jam), kemampuan anak untuk mengerti perintah dan penjelasan sederhana, keinginan untuk menirukan kebiasaan rutin orang dewasa di kaman mandi, saat anak mulai suka terhadap kerapihan dan tidak suka saat merasa dirinya basa atau kotor (Lansky, 2007 :120).
Tampak saling keterkaitan antara perkembangan dan pertumbuhan fisik dengan psikososial. Toddler juga belajar mengendalikan buang air besar dan kecil menjelang usia tiga tahun. Sangat penting bagi mereka untuk mengembangkan keterampilan motorik seperti belajar penerapan toilet training dengan benar (Achir Yani, 1999 : 10).
Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini (Soetjiningsih, 1995 : 29).
Toilet training merupakan hal yang sangat penting pada masa balita. Pada beberapa anak mungkin melakukan toilet training tanpa menemukan adanya masalah, tetapi beberapa anak lainnya akan mengalami kesulitan, melakukan atau bahkan tidak perlu.
Toilet training memang perlu diajarkan sejak dini pada anak. Tetapi kebanyakan ibu tidak menunggu sampai sang anak menunjukkan ia ingin pergi ke toilet sendiri karena takut anaknya tidak pernah belajar. Melatih toilet training juga dapat membantu meringkankan beban ibu di saat-saat harus menggantikan pampersnya yang sudah kotor. Walaupu bagaimanapun sedari dini anak harus diajarkan toilet training agar melatihnya lebih mandiri.
Saat ini banyak sekali para orang tua yang tidak ingin repot untuk menggantikan popok anaknya berulang-ulang serta mencucinya, sehingga lebih memilih untuk menggunakan papers atau diapers. Namun perlu anda ketahui juga bahwa penggunaan pampers bisa membuat ruam-ruam pada kulit si kecil. Bila hal tersebut tidak ingin terjadi pada anak, Anda bisa memulainya dengan melatih toilet training sejak dini.
Anda mungkin berharap anak segera dapat dilatih untuk melakukan toilrt training. Namun, tak ada patokan waktu yang pasti kapan hal itu sebaiknya dimulai, apakah dimusing semu atau dimusim panas, walaupun itu dianggap ideal. Patokan utamanya adalah kesiapan fisik dan mental anak. Umumnya mereka akan siap pada usia 18-30 bulan, atau bahkan pada usia lebih dari itu.
Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan metode atau cara yang tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak. Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan data jumlah anak usia toddler (1-3 tahun) sebanyak 35 anak hasil wawancara dengan 8 ibu  yang memiliki anak usia toddler, diketahui bahwa sebanyak 6 orang ibu yang memiliki anak usia toddler menyatakan merasa kesulitan melakukan toilet training pada anaknya dengan alasan belum mengerti benar cara tepat melakukan toilet training.
Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti melakukan tentang untuk mengetahui hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu apakah ada Untuk mengetahui Hubungan poal asuh dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
1.3.2   Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pola asuh ibu dalam penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
b.      Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.

1.4    Manfaat Peneltian
a.       Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga kesehatan mengenai toilet training.
b.      Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan ibu pengetahuan dan sumber bacaan di Perpustakaan Akademi Kebidanan Sehat Medan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti berikutnya.
c.       Bagi Responden
Untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang toilet training.
d.      Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dan dpaat memeberikan informasi tentang toilet training.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Pola Asuh
2.1.1    Defenisi
Pola pengasuhan adlaah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa sikap, dan perilaku dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya. Kesemua berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik, dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuh anak yang baik, peran keluarga, dan masyarakat, dan lain sebagainya (Septiari, 2012).
Pola asuh meripakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman (Kenny dan Kenny, 1991 dalam Taganing 2008).
Pola asuh menurut Mussen (1994 dalam Lestari 2009) adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul karimah. Akan tetapi masih banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa pola asuh yang diterapkan membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berfikir, bahkan kecerdasan mereka. Cara orang tua mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap kepribadian sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya.
Pola asuh orang tua adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada umumnya (Septiari, 2012).
2.1.2    Jenis-jenis Pola Asuh
Berikut tiga pola asuh yang biasa diterapkan orang tuda pada anak menurut Septiari (2013) :
a.       Pola asuh authoritarian, yaitu pola asih yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh authoritarian memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya.
b.      Pola asuh authoritarian, yaitu pola asuh yang memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarkan.
c.       Pola Asuh permissive
Pola asuh permissive, Maccoby dan Martin (dalam santrock, 2008) membagi pola asih ini menjadi dua : neglectful pareting dan indulgent parenting. Pola asuh yang neglectful yaitu bila orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak perduli). Pola asuh ini menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kompetensi social terutama karena adanya kecenderungan kontrol diri yang kurang. Pola asuh yang indulgent yaitu bila orang tua sangat terlibat dalam kehidpan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang sangat minim (selalu menuruti atau terlalu membebaskan) sehingga dapat mengakibatkan kompetensi sosial yang tidak adekuat karena umumnya anak kurang mampu untuk melakukan kontrol diri dan menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab serta memaksakan kehendakanya.
2.1.3    Dimensi Pola Asuh
Kenny dan Kenny (1991 dalam taganing, 2008) mengemukakan ada tujuh dimensi dalam pola asuh, yaitu :
a.       Pusat Perhatian (Negatif Lawan Positif)
b.      Campur Tangan Orang Tua (Hukuman lawan Hadiah)
c.       Akibat Yang Diinginkan (Keadilan lawan Hasil)
d.      Prinsip-prinsip (Mutlak lawan Relatif)
e.       Sasaran-sasaran Disiplin (Sikap lawan Tingkah Laku)
f.       Tujuan Perkembangan (Ketaatan lawan Kemandirian)
g.      Sumber Kekuatan (Otoriter lawan Demokrasi)


2.1.4    Ciri-Ciri Pola Asuh
Hyrlock (1993 dalam taganing, 2008) mengemukakan ciri-ciri poal asuh yaitu :
a.       Pola asuh otoriter mempunyai ciri :
1)      Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua.
2)      Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian.
3)      Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenugi standar yang telah ditetapkan orang tua.
4)      Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal.
b.      Pola asih demokratis mempunyai ciri :
1)      Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal
2)      Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
3)      Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak.
c.       Pola asuh permisif mempunyai ciri :
1)      Kontrol orang tua kurang
2)      Bersifat longgar atau bebas
3)      Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya
4)      Hampir tidak menggunakan hukuman
5)      Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri.
2.1.5    Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh
Menurut Taganing (2008), karakteristik anak berdasarkan pola asuh adalah sebagai berikut :
a.       Pola asuh demokratis mempunyai karakteristik anak mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
b.      Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.
c.       Pola asuh permissif mempunyai karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mendiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
2.1.6    Kebutuhan Dasar Anak
Menurut Sudarti (2010), kebutuhan dasar anak adalah :
a.       Asuh (fisik bimedis)
1)      Pangan, papan dan sandang
2)      Perawatan kesehatan dasar (ASI, Imunisasi, timbang badan, dan pengobatan)
3)      Higiene – sanitasi
4)      Kesegaran jasmani, rekreasi.
b.      Asih (kasih sayang)
1)      Pada tahun-tahun pertama
2)      Sedini, selanggeng mungkin
Ikatan erat dan kepercayaan dasar
c.       Asah (stimulasi mental)
1)      Cikal bakal prosen pendidikan
2)      Mengembangkan : mental, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, moral, produktivitas, dan lain-lain

2.2    Toilet Training Pada Balita
2.2.1   Defenisi
Toilet training atau belajar menggunakan toilet bukan merupakan peljaran terakhir bagi seorang anak balita. Seperti semua perkembangan keterampilan lainnya, anak kelak akan mampu menggunakan toilet. Seperti semua jenis perkembangan lainnya, cari jawaban dari anak sendiri. Hanya anak yang dapat mengatakan (bukan melalui kata-kata, tetapi melalui tingkah laku) ketika ia menunjukkan sebuag gabungan antara kemampuan dan keinginan yang merupakan cerminan dari kesipan untuk belajar menggunakan toilet (Deslidel, 2012).
Toilet Training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Dengan toilet training diharapkan dapat melatih anak untuk mampu buang air kecil dan buang air besar di tempat yang telah di tentukan. Selain itu, toilet training juga mengajarkan anak untuk dapat membersihkan kotorannya sendiri dan memakai kembali celananya (Asti, 2008).
Mendengar kata Balita maka yang ada dalam benak kita adalah singkatan bawah lima tahun. Demi kesamaan persepsi kita maka membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia lima tahun kebawah (Marimbi, 2010).
Pengertian toilet training pada balita adalah latihan menanamkan kebiasaan pada balita untuk aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet). Seperti belajar duduk, merangkak ataupun berjalan, toilet training adalah salah satu keterampilan yang harus dipelajari balita kita sebelum orang tuda mengajarkan toilet training pada balita, pelajari dulu apakah balita kita memang sudah memperlihatkan tanda-tanda kesiapan jasmani, emosional dan kognitif untuk dibiasakan melakukan toilet training (Damayanti, 2013).
2.2.2   Tanda-Tanda Balita Siap Memulai Toilet Training
Menurut Deslidel (2012), tanda-tanda “siap untuk memulai toilet training” yang harus dilihat pada balita, antara lain :
a.       Kesiapan fisiologis
b.      Keteraturan
c.       Lebih sadar akan fungsi tubuh
d.      Minat terhadap kerapihan, kebersihan, dan tetap “kering”
e.       Pemahaman akan konsep-konsep dasarnya. Perbedaan antara basah dan kering, bersih dan kotor, atas dan bawah.
f.       Pengenalan kata-kata dalam masalah toilet
g.      Kemampuan untuk mengkomunikasikan.
h.      Minat untuk menggunakan celana dalan, bukan popok
i.        Kemampuan sederhana untuk berpakaian sendiri
j.        Rasa ingin tahu
2.2.3   Pedoman Orang Tua
Pengaturan buang air besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet training (Toilet Training) membutuhkan waktu, pengertuan dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adlaah bahwa anda tidak dapat memaksanakan anak untuk menggunakan toilet The American Academy of Pediatrics telah mengembangan brosur ini untuk membantu anak anda melewati tahap penting perkembangan social (Maharani, 2011).
2.2.4   Prinsip Toilet Training
Menurut Deslidel (2012), beberapa prinsip toilet training adalah sebagai berikut :
1.      Jangan berhadap terlalu banyak.
2.      Jangan memarahi, menghukum, atau mempermalukan anak.
3.      Jangan menghentikan minumnya.
4.      Jangan menggunakan cara yang tidak alami untuk mencapai tujuan
5.      Jangan mengomel terus
6.      Jangan memaksa
7.      Jangan jadikan masalah toilet sebagai isu moral. Tidak soal baik atau buruh dalam hal toilet, hanya siap dan tidap siap.
8.      Jangan mendiskusikan kemajuan dan kemunduran dihadapan anak
9.      Jangan merasa bersalah atau tersinggung atas proses yang lambat
10.  Jangan menjadikan kamar mandi sebagai area peperangan
11.  Jangan berputus asa
2.2.5   Membiasakan Toilet Training
Beberapa hal berikut amat perlu diperhatikan dalam membiasakan toilet training bagi balita :
1)      Konsisten
Pastikan semua yang terlibat daam pembiasaan toilet training pada balita anda (seperti orang tua-pengasuh-nenek/kakek-paman/bibi, dll) mampu berlaku konsisten dalam melaksanakan pembisaaan toilet training seperti yang anda terapkan. Beri informasi lengkap dan detail mengenai kebiasaan dan jadwal buang air balita anda. Sikap konisten membuat balita lebih cepat paham dan terampil dalam menggunakan toilet.
2)      Coba Berbagai Cara Yang Berbeda
Sebagai orang tua, anda harus kreatif dalam mengajak balita membiasakan toilet training agar tidak terasa amat memaksa dan membosankan, misalnya : tempelkan stiker kesukaan si kedil di kloset yang akan ia gunakan atau memperbolehkan balita membawa mainan favorit mereka ketika pipis atau pup ataupun berbagai cara kreatif lainnya.
3)      Beri Penghargaan
Bila balita anda berhasil melakukan pipis dan pup dengan benar, berilah penghargaan pada mereka. Penghargaan dapat berupa pujian ataupun hadiah kecil, seperti stiker untuk ditempel dipapan yang sudah disediakan untuk menempel ‘reward’ yang mereka peroleh ehingga si kecil senang melihat hasil prestasinya. Sedapat mungkin proses pembiasaan toilet training yang merupakan hal penting dalam hidup si kecil dilakukan dengan menyenangkan dan tanpa paksaan.
Kalaupun dalam prakteknya sering terjadi ‘kecelakaan’, sedapat mungkin hindari unruk memberikan hukuman pada si kecil, cukup katakan saja bahwa anda kecewa dengan ‘kecelakaan’ tersebut. Kemarahan anda tidak akan membantu proses pembiasaan toilet training si kecil, malahan dapat membuat balita anda menjadi ketakutan dan kapok sehingga kemungknan si kecil justru tidak mau mengatakan jika ia ingin pipis ataupun pup.
2.2.6   Pola Asub Orang Tua Mengunakan Toilet Training pada Anak
Menurut Maharani (2011), mengajrakan anak menggunakan toilet training adalah dengan cara :
1)      Anda seharusnya memutuskan dengan hati-hati kata-kata apa yang akan digunakan untuk menggambarkan bagian-bagian tubuh, urine, dan BAB. Ingatlah bahwa kata-kata tersebut akan didengar juga oleh teman, tetangga, guru dan orang-orang lain. Sebaiknya gunakan kata-kata yang sudah umum digunakan supaya tidak membingungkan atau mempermalukan anak anda.
Hindari penggunaan kata-kata “kotor”, “nakal” atau jorok untuk menggambarkan urine atau fases. Istilah negatif ini akan membuat anak anda merasa malu dan bingung. Ajarkan BAB dan BAK dengan cara sederhana. Anak anda mungkin ingin tahun dan mencoba untuk bermain dengan fasesnya. Anda dapat mencegah hal ini tanpa membuat anak anda sedih, katakan bahwa fases bukan sesuatu untuk dimainkan.
2)      Ketika anak anda sudah siap, anda sebaiknya memilih pot (potoilet traingy chair) untuk BAK atau BAB. Pot lebih mudah digunakan untuk anak kecil, karena pendek sehingga anak tidak sulit untuk duduk diatasnya dan kaki anak dapat mencapai lantai.
3)      Anak-anak sering tertarik dengan aktifitas dalam kamar mandi keluarga. Kadang-kadang biarkan mereka memperhatikan orang tuanya saat pergi ke kamar mandi. Dengan melihat orang dewasa menggunakan toilet akan membuat merteka mempunyai keinginan yang sama. Jika memungkinkan ibu sebaiknya memperlihatkan cara yang benar kepada anak perempuannya, sedangkan ayah kepada anak laki-lakinya. Anak-anak dapat juga mempelajari cara ini dar kakak atau teman-temannya.
4)      Ajarkan anak anda untuk memberitahukan bila dia ingin BAB atau BAK, anak anda sering memberitahu anda pada saat dia sudah mengompol atau BAB. Hal ini merupakan tanda bahwa anak anda mulai mengenal fungsi tubuhnya. Ajarkan anak anda lain kali harus memberi tahu anda sebelumnya.
5)      Sebelum BAB anak anda mungkin merintih, atau mengeluarkan suara-suara aneh, jongkok, atau berhenti beberapa saat. Saat mengedan wajahnya akan menjadi merah. Jelaskan pada anak tanda-tanda terebut adalah petunjuk saatnya menggunakan toilet.
Kadang-kadang lebih lama mengenal keinginan untuk BAK dari pada keinginan untuk BAB. Beberapa anak belum dapat mengontrol keinginan Bak selama beberapa bulan setelah mereka dapat mengontrol BAB. Beberapa anak mampu mengontrol BAK terlebih dahulu. Sebagian beasr anak laki-laki belajar BAK dengan cara duduk terlebih dahulu, kemudian baru dengan cara berdiri. Ingatlah bahwa semua anak berbeda.
6)      Ketika anak anda tampak ingin BAK atau BAB, pergilah ke pot. Biarkan anak anda duduk di pot beberapa menit. Jelaskan bahwa anda ingin anda BAB atau BAK disitu. Bergembiralah, jangan memperlihatkan ketegangan. Jika anak anda protes dengan keras, jangan memaksa. Mungkin anak anda belum saatnya untuk memulai Toilet Training.
7)      Sebaiknya anak dilatih menggunakan pot secara rutin, misalnya menjadi kegiatan pertama di pagi hari ketika anak anda bangun, setelah makan, atau sebelum tidur siang. Ingatlah bahwa anda tidak dapat mengontrol kapan anak anda BAB atau BAK.
8)      Keberhasilan Toilet Training tergantung pada cara pengajaran bertahap yang sesuai dengan anak anda. Anada haris mendukung usaha anak anda. Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak anda pelukan dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan memarahi atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa bersalah dan membuat Toilet Training menjadi lebih lama.
9)      Ajarakan anak anda kebiasaan menjaga kebersihan. Tunjukkan cara cebok yang benar. Anak perempuan seharusnya membersihkan dari depan kebelakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rektum ke vagina atau kendung kemih.
Pastikan anak laki-laki maupun perempuan mencuci tangan mereka setelah BAB atau BAK.
10)  Bebrapa anak percaya bahwa urine atau fases adalah bagian dari tubuh mereka, melihat fasesnya disiram mungkin menakutkan dan sulit untuk dimengerti. Beberapa naak takut mereka akan tersedot ke dalam toilet bila disiram saat mereka masih duduk diatasnya. Orang tua harus mengajarkan mereka keinginan untuk mengontrol, biarkan mereka mencoba menyiram tissue kedalam toilet. Hal tersebut akan menghilangkan ketakutan mereka terhadap suara berisik air dan mereka dapat melihat benda yang menghilang, masuk kedalam toilet.
11)  Ketika anak anda mulai sering berhasil, tingkatkan dengan menggunakan celana latihan (training pants). Kejadian terebut menjadi sangat istimewa. Anak anda akan merasa bangga telah mendapat kepercayaan dan merasa tumbuh. Bagaimana pun juga bersiaplah terhadap terjadinya “kecelakaan”. Akan membutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan sebelum Toilet training selesai. Sebaiknya tetap melanjutkan latihan duduk di pot di siang hari. Jika anak anda dapat menggunakan pot dengan sukses, ini merupakan kesempatan untuk memuji. Bila tidak ini masih merupakan latihan yang baik.
12)  Pada walnya, banyak anak akan BAB atau BAK segera setelah diangkat dari toilet. Perlu waktu untuk anak anda belajar relaksasi otot-ototnya untuk mengontrol BAB atau BAK. Bila sering terjadi “kecelakaan” seperti ini, berarti anak anda belum siap untuk toilet training.
13)  Kadang-kadang anak anda akan meminta pokpok saat merasa akan BAB dan berdiri di suatu tempat tertentu untuk defekasi. Ajak anak anda mengenali tanda-tanda keinginan BAB. Anjurkan kemampuannya dengan duduk di atas pot tanpa popok.
14)  Pola defekasi bervariasi. Beberapa anak 2-3 kali per hari. Anak lain 2-3 hari sekali. Fases yang lunak membuat toilet training lebih mudah untuk anak dan orang tua. Terlalu memaksa anak dalam toilet training dapat menimbulkan masalah BAB jangka panjang.
15)  Sebagian besar anak dapat mengontrol BAB dan BAK di siang hari saat usia 3-4 tahun. Bahkan setelah anak anda tidak mengompol di siang hari masih perlu waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk tidak mengompol di malam hari. Sebagian besar anak perempuan dan lebih dari 75% anak laki-laki mampu tidak mengompol di malam hari setelah usia 5 tahun.
Anak anda akan menunjukkan kepada anda jika dia sudah siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya. Pastikan anak anda cukup tinggi, dan latihlah tahap demi tahap bersama mereka.

2.3    Kerangka Konsep

Independent

Dependent

Pola Asuh

Tingkat keberhasilan Toilet Training Pada Balita

Gambar 2.1       Kerangka Konsep Hubungan Pola Asuh Dengan Tingkat Keberhasilan Menggunakan Toilet Training Pada Balita.


2.4    Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah :
1.       Ha   :         Ada hubungan pola Asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan Toilet Training.




BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriftif menggunakan rancangan penelitian survei analitik. Rancnagan penelitian survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).

3.2    Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1   Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016. Dengan alasan :
-          Karena daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
-          Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, merupakan tempat lokasi PBL kampus penulis.
-          Adanya ijin penelitian darikantor Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. 
3.2.2   Waktu Penelitian
Penelitian rencanannya akan dilaksanakan pada bulan ?????????????????

3.3    Populasi dan Sampel
3.3.1   Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016 sebanyak 38 responden.


3.3.2   Sampel
Menurut Arikunto (2006), Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling shingga jumlah sampel sebanyak 38 responden.

3.4    Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adlaah data primer, data yang diperoleh dari responden hasil pengisian kuesioner yang meliputi pola asuh 15 pertanyaan dan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita 8 pernyataan. Data skunder, data yang diperoleh dari kantor Desa Paya bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

3.5    Defenisi Operasional
Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No
Variabel
Defenisi
Operasional
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
1
Pola Asuh
Cara atau strategi yang dilakukan orang tua untuk mendorong anak menggunakan toilet training.
Kuesioner
Ordinal
-    Baik (12-15)
-    Cukup (9-11)
-    Kurang ( 8)
2
Tingkat Keberhasilan toilet training
Tingkat Keberhasilan menggunakan toilet training pada balita
Kuesioner
Ordinal
-    Berhasil (5-8)
-    Tidak berhasil (0-4)

3.6    Pengolahan Data
3.6.1   Editing
Melakukan pekerjaan meneliti atau menyuting data yang diperoleh sehingga apabila ada kesalahan segera dapat dibenahi, meliputi kelengkapan jawaban dari pertanyaan yang disediakan, kesesuaian dengan pertanyaan yang disediakan.

3.6.2   Coding
Memberikan kode berupa angka pada setiap jawaban yang telah diberikan responden, agar memudahkan dalam menganalisa data. Pada kategori pola Asuh : baik (kode = 1), cukup (kode = 2), kurang (kode = 3). Pada Kategori Tingkat  keberhasilan toilet training pada balita : berhasil (kode = 1), tidak berhasil (kode = 2).
3.6.3   Pengelompokan Data
1)      Pola Asuh
Menggunakan kuesionaer dengan 15 pertanyaan. Jawaban dilakukan diberi nilai = 1 dan jawaban tidak diberi nilai = 0.
Kriteria Pola Asuh dengan persen (%) dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1.      Baik, jika skor 76%-100% dari jawaban benar (12-15)
2.      Cukup, jika skor 56%-75% dari jawaban benar (9-11)
3.      Kurang, jika skor ≤ 35% dari jawaban benar (≤ 8)
2)      Tingkat Keberhasilan Toilet Training pada balita
Menggunakan kuesioner dengan 8 pertanyaan. Jawaban YA diberi nilai =1 dan jawaban TIDAK diberi nilai = 0.
Kriteria tingkat keberhasilan dikelompokan menjadi 2 yaitu :
1.      Berhasil, bila responden memiliki skor 5-8
2.      Tidak berhasil, bila responden memiliki skor 0-4.
3.6.4   Saving
Yakni dilakukan dengan memasukkan atau memindahkan data-data kedalam flashdisk dimana data terebut sebelumnya sudah dicoding kedalam master table.
3.6.5   Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan keputusan dan dimasukan kedalam bentuk distribusi frekuensi, kemudian memberikan skor terhadap soal-soal yang diberikan kepada responden.

3.7    Analisa Data
Data yang diperoleh dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program computer SPSS (Satistical Package For Social Science) versi 16 meliputi :
a.       Analisis univariat
Adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Dengan rumus :
P =  x 100%
Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
n = Jumlah sampel
b.      Analisi bivariat
Adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010 : 188). Pada penelitian ini, hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Che-Square.
Uji chi square dengan derajat kemaknaan 95% atau α = 0,05 dimana jika         X2hitung > X2Tabel berarti Ha diterima yang menujukkan terdapat hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan toilet training pada balita.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian dengan cara membagikan kuesioner mengenal hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada Balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016 dengan sampel sebanyak 38 responden, maka didapat hasil penelitian sebagai berikut :
4.1.1   Analisis Univariat
4.1.1.1  Polas Asuh
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankaan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, maka diperoleh hasil distribusi frekuensi pengetahuan ibu postpartum dalam merawat organ kewanitaan pasca persalinan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Responden di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016
No
Pola Asuh
Jumlah
%
1
2
3
Baik
Cukup
Kurang
13
18
7
34,2
47,4
18,4
Total
38
100

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pola asuh responden di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas pola asuh responden cukup sebanyak 18 responden (45%) dan minoritas sebanyak 7 responden (17,5%).

4.1.1.2  Tingkat Keberhasilan Toilet Training
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, maka diperoleh hasil distribusi frekuensi tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Keberhasilan Dalam Menggunakan Toilet Training Pada Balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan
Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
No
Tingkat Keberhasilan
Jumlah
%
1
2
Berasil
Tidak Berhasil
27
11
71,1
28,9
Total
38
100

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas berhasil sebanyak 27 responden (71,1%), minoritas yang tidak berhasl sebanyak 11 responden (28,9%).

4.1.2   Analisis Bivariat
4.1.2.1  Hubungan Pola Asuh Dengan Tingkat Keberhasilan Menggunakan Toilet Training Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016, maka diperoleh hasil analisis distribusi hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini sebagai berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Hubungan Pola Asuh Dengan Tingkat Keberhasilan Menggunakan  Toilet Training Pada Balita Di Desa Paya
Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Serdang tahun 2016
Tingkat Keberhasilan
Toilet Training
No
Pola Asuh
Berhasil
Tidak Berhasil
Total
%
P Value


f
%
f
%



1
2
3
Baik
Cukup
Kurang
13
12
2
34,2
31,6
5,3
0
6
5
0
15,8
13,2
13
18
7
34,2
47,4
18,4
0,003
Total
27
71,1
11
28,9
38
100


Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 13 reeponden yang pola asuh baik, seluruhnya berhasil dalam menggunakan toilet training pada balita yaitu sebanyak 13 orang (34,2%). Dari 18 responden yang pola asuh cukup, mayoritas tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita berhasil sebanyak 12 orang (31,6%) dan yang tidak berhasil sebanyak 6 orang (15,8%). Dari 7 reseponden yang pula asuh kurang, mayoritas tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita yang berhasil sebanyak 2 orang (13,2%) dan yang tidak berhasil sebanyak 5 orang (5,3%).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai P sebesar 0,003, oleh karena nilai p < 0,005 (0,002<0,05). Maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita.

4.2    Pembahasan
4.2.1   Pola Asuh Responden
Dari hasil penilaian menunjukkan bahwa pola asuh responden di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas pola asuh responden cukup sebanyak 18 reseponden (45%) dan minoritas kurang sebanyak 7 responden (17,5%). Menurut Taganing (2008), yang mengatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman.
4.2.2   Tingkat Keberhasilan Dalam Menggunakan Toilet Training Pada Balita
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, mayoritas berhasil sebanyak 27 reseponden (71,1%) yang tidak berhasil sebanyak 11 responden (28,9%). Hal ini sesuai dengan teori Maharani (2011) yang menyatakan dalam mengajarkan toilet training membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan toilet.
Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita ditentukan juga oleh pola asuh orang tua atau ibu yang selalu dengan anak balitanya, orang tua atau ibu yang penuh kasih sayang dengan pengertian dan kesabaran mengajari anak balitanya akan selalu berhasil membimbing anak balitanya dalam menggunakan toilet training. Pada penelitian ini juga masih ditemukan sebanyak 11 responden tidak berhasil mendidik anak balitanya dalam menggunakan toilet training, hal ini disebabkan karena ibu yang kurang sabar dalam mengajari anaknya dalam menggunakan toilet training dan juga karena ketidakmampuan ibu dalam memberikan pola asuh yang baik pada anak balita.
4.2.3   Distribusi Hubungan Pola dengan Tingkat Keberhasilan Dalam Menggunakan Toilet Training.
Dari hasil penelitian terhadap 38 responden, diketahui bahwa dari 13 reseponden yang pola asuh baik, seluruhnya berhasil dalam menggunakan toilet training pada balita yaitu sebanyak 13 orang (34,2%). Dari 18 responden yang pola asuh cukup, mayoritas tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita berhasil sebanyak 12 orang (31,6%) dan yang tidak berhasil sebanyak 6 orang (15, 8%). Dari 7 reseponden yang pola asuh kurang, mayoritas tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita yang berhasil sebanyak 2 orang (13,2%) dan yang tidak berhasil sebanyak 5 orang (5,3%). Menurut teori Maharani (2011) Keberhasilan toilet training tergantung pada cara pengajran bertahap yang sesuai dengan anak balita ibu. Ibu harus mendukung usaha anak balita. Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak ibu pelukan dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan memarahi atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa besalah dan membuat toilet training menjadi lebih lama.
Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita ditentuka juga oleh pola asuh ibu, dimana ibu yang pola asuh baik akan berhasil mengajari anak balitanya dalam menggunakan toilet training. Ibu yang memberikan pelukan dan pujian jika anaknya berhasil akan menimbulkan semangat pada balita untuk mampu berbuat yang lebih baik lagi. Jika anak balita juga tidak berhasil, ibu sebaiknya tidak langsung lekas memarahi balita agar semangat balita untuk mau terus belajar bisa di tingkatkan sampai berhasil. Pada pola asuh yang kurang mayoritas balitanya tidak berhasil dalam menggunakan toilet training, hal ini disebabkan ibu yang kurang sabar dan tidak bisa menahan emosi jika anak balitanya tidak berhasil dalam menggunakan toilet training. Sehingga balita enggan untuk mau mencoba lagi.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Ksimpulan
Dari hasil penelitian tentang hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang tahun 2016, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Berdasarkan distribusi frekuensi responden ditemukan bahwa, dari 38 responden mayoritas pola asuh cukup sebanyak 18 orang (47,4%), responden yang pola asuh kurang sebanyak 7 orang (18,4%).
2.      Berdasarkan distribusi frekuensi tingkat keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada balita ditemukan bahwa, dari 38 reseponden mayoritas pola asuh responden yang berhasil sebanyak 27 orang (71,1%), responden yang tidak berhasil sebanyak 11 orang (28,9%).
3.      Berdasarkan distribusi hubungan pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita ditemukan bahwa, berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai p sebesar 0,003, oleh karena nilai p<0,005 (0,003<0,05). Maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan tingkat keberhasilan menggunakan toilet training pada balita.

5.2    Saran
A.    Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dan dapat memberi informasi tentang toilet training.
B.     Bagi Institusi Pendidian
Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan ibu pengetahuan dan sumber bacaan diperpustakaan Akademi Kebidanan Sehat Medan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti berikutnya.
C.     Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga kesehatan mengenai toilet training.
D.    Bagi Responden
Untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang toilet training.
1.      Disarankan bagi orang tua atau ibu agar lebih aktif dalam mengajarkan balitanya dalam menggunakan toilet training, mencari informasi dan mendengarkan setiap penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pola asih dalam mendidik anak balita menggunakan toilet training.
2.      Disarankan kepada institusi pendidikan agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi kepustakaan dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
3.      Disarankan kepada Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang agar lebih sering dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya tentang penggunaan toilet training, agar wawasan pola asuh ibu dalam mengajari balitanya dalam menggunakan toilet training dapat ditingkatkan keberhasilannya.
4.      Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian tentang pola asuh dengan penggunaan toilet training pada balita dengan variabel yang lebih luas pada tempat yang berbeda.



DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar